Kamis, 03 Oktober 2013

Mengukur Kadar Keadilan Ekonomi Bali

Mengukur Kadar Keadilan Ekonomi BaliMasyarakat Bali dari zaman dahulu dianugerahi kemampuan bertani di samping jiwa seni yang mengalir di darahnya. Contoh sederhana bisa dilihat dari pekerja konstruksi Bali yang memiliki skill berbeda dibanding pekerja luar. Belum lagi cara bercocok tanam kita yang sudah diakui hingga ke mancanegara. Mulai dari sistem terasiring, subak, cara menanam padi mundur tanpa garis tapi bisa berhasil lurus dan sebagainya. Pemerintah seharusnya menyadari hal ini. Seringnya orang Bali menganggur sebagian besar disebabkan oleh miss mach dalam lapangan pekerjaan.

-----------------------

Mengukur Kadar Keadilan Ekonomi Bali



Oleh Gede Hendrayana Hermawan, M.Si.



Keengganan orang Bali untuk masuk ke sektor informal pada dasarnya bukan karena ketidakmauan mereka untuk menggeluti pekerjaan sebagai tukang cukur, pedagang pecel lele, tukang bakso dan sejenisnya. Melainkan karena disebabkan oleh skill/kemampuan orang Bali yang memang tidak ada pada bidang-bidang tersebut. Masyarakat Bali dari zaman dulu dianugerahi kemampuan bertani di samping jiwa seni yang mengalir di darahnya. Namun dengan ketiadaan lahan pertanian, orang Bali menjadi tidak lagi mampu menunjukkan eksistensinya, baik dalam bertani maupun budaya sebagai seorang petani.

----------------------------------------------------

Kinerja ekonomi Bali pada Triwulan III 2012 kembali menunjukkan capaian yang fantastis. Di tengah berbagai gejolak ekonomi dunia, ekonomi Bali mampu tumbuh di angka 6,79 persen. Sebuah capaian yang cukup tinggi bahkan paling tinggi selama beberapa tahun terakhir. Gangguan kondisi eksternal sebenarnya begitu terasa pada skala nasional, tapi cukup beruntung dan mengagetkan bahwa ekonomi regional kita mampu bekerja secara optimal. Namun deretan angka ini sebenarnya tidak cukup untuk menjelaskan bagaimana nasib masyarakat Bali sesungguhnya. Masih ada banyak hal yang perlu kita kaji terkait pembangunan Bali terutama dampaknya pada kesejahteraan masyarakat Bali.

Jika menyimak salah satu peristiwa penting dalam bulan ini yaitu tragedi Lampung, maka hati kita tidak hanya akan miris melihat penderitaan korban pascaterjadinya bentrokan. Tetapi akan lebih miris lagi jika melihat betapa mereka harus pergi merantau ke daerah seberang guna mencari penghidupan, padahal di sisi lain, ekonomi di daerah mereka sendiri mengalami kemajuan yang pesat (jika dilihat dari laporan angka pertumbuhan ekonomi). Hal yang sama juga akan terjadi jika kita melihat angka pengangguran yang baru-baru ini dirilis BPS. Dari sisi pengangguran, capaian Provinsi Bali terlihat sangat bagus, yaitu dengan tingkat pengangguran terbuka sebesar 2,04 persen pada Agustus 2012. Selain mengalami penurunan dari periode yang sama tahun sebelumnya, angka sebesar 2,04 persen tersebut juga tercatat sebagai tingkat pengangguran terendah di Indonesia. Artinya, pertumbuhan ekonomi Bali telah mampu secara optimal menyediakan lapangan pekerjaan bagi angkatan kerja, yang jumlahnya bertambah sebanyak 58,78 ribu orang.

Lalu pertanyaan yang kemudian muncul, mengapa masih banyak masyarakat Bali yang justru harus pergi ke luar Bali untuk mencari sesuap nasi? Besarnya animo masyarakat Bali untuk pergi bertrasmigrasi sebenarnya merupakan gambaran nyata betapa ekonomi Bali belum berpihak sepenuhnya kepada lapisan bawah. Lapisan bawah di sini bisa diartikan sebagai mereka yang belum sejahtera, belum bekerja atau pun belum puas akan kondisinya saat ini terutama dari sisi ekonomi. Selain transmigrasi, kondisi yang juga mencerminkan ketidakpuasan masyarakat lokal akan iklim kerja di Bali adalah besarnya animo generasi muda untuk mengadu nasib di negeri seberang, meski itu dengan label yang lebih mentereng yaitu bekerja pada kapal pesiar dan sejenisnya. Meski memang harus diakui bahwa gaji yang diterima akan jauh lebih besar dibanding bekerja di Bali, namun harus disadari pula bahwa mereka juga menghadapi risiko yang tidak kalah besar. Belum lagi dengan masalah psikologis yaitu berpisah sekian lama dari keluarga, sehingga jika mau jujur, selisih pendapatan yang mereka terima dari bekerja di luar negeri tidak akan sebanding dengan risiko ataupun penderitaan yang mereka alami. Pilihan meninggalkan Pulau Dewata sebenarnya merupakan pilihan sulit, dan tidak akan diambil jika saja Pulau Dewata tercinta mampu memenuhi kebutuhan mereka. Apakah ini salah pemerintah, atau salah mereka yang pergi yang tidak punya daya tahan.



Masih Primadona

Berbicara tentang lapangan pekerjaan, terbukti Bali sampai saat ini masih menjadi primadona bagi para pencari kerja dari luar Bali. Berbagai lapangan pekerjaan (terutama pada sektor informal) mampu mereka ciptakan. Hal ini terlihat dari penyerapan penduduk bekerja yang mencapai 97,96 persen dari total angkatan kerja. Bagi pemerintah, kondisi ini tentu cukup menenangkan dan merupakan sebuah prestasi. Namun bagaimana dengan orang Bali secara kebanyakan? Keengganan orang Bali untuk masuk ke sektor informal pada dasarnya bukan karena ketidakmauan mereka untuk menggeluti pekerjaan sebagai tukang cukur, pedagang pecel lele, tukang bakso dan sejenisnya. Apakah orang Bali malas mengambil pekerjaan kasar? Jawabannya pasti tidak. Konsep bakta dari para leluhur mengajarkan kita untuk selalu menerima keadaan, sesusah atau sekasar apa pun itu, dengan cara berserah diri sepenuhnya kepada Yang Maha Kuasa. Jadi, alasan yang masuk akal mengapa sebagian besar dari kita tidak masuk ke sektor informal adalah disebabkan oleh skill/kemampuan orang Bali yang memang tidak ada pada bidang-bidang tersebut. Seperti kita ketahui bersama, nenek moyang kita merupakan petani yang memiliki budaya yang luar biasa unik dan luhur.

Masyarakat Bali dari zaman dahulu dianugerahi kemampuan bertani di samping jiwa seni yang mengalir di darahnya. Contoh sederhana bisa dilihat dari pekerja konstruksi Bali yang memiliki skill berbeda dibanding pekerja luar. Belum lagi cara bercocok tanam kita yang sudah diakui hingga ke mancanegara. Mulai dari sistem terasiring, subak, cara menanam padi mundur tanpa garis tapi bisa berhasil lurus dan sebagainya. Pemerintah seharusnya menyadari hal ini. Seringnya orang Bali menganggur sebagian besar disebabkan oleh miss mach dalam lapangan pekerjaan. Contoh lain yang bisa kita lihat adalah apa yang terjadi di Lampung. Mengapa sebagian besar orang Bali bisa sukses dan memiliki status ekonomi dan sosial yang baik di Lampung? Itu semua tidak terlepas dari keuletan, kerja keras dan yang terutama adalah kemampuan bertani mereka yang memang cukup baik dan bisa dikatakan jauh lebih baik dibanding penduduk lokal.

Sementara di Bali, ketiadaan lahan pertanian membuat mereka tidak mampu menunjukkan kemampuan maksimalnya. Berkurangnya lahan akibat desakan ekonomi telah membuat Bali kehilangan kehormatan yang di dalamnya termasuk kehormatan dari sisi ekonomi yang lebih banyak menguntungkan investor luar. Ekonomi Bali hanya bagus di tataran makro namun kurang baik bagi kaum kecil karena mereka tidak lagi memiliki lahan garapan, tidak ada lagi sekaa, subak dan sejenisnya hingga cukup sulit untuk menjadi eksis baik dari sisi budaya maupun ekonomi. Jadi, masalah di Bali bukan terletak pada ketidaktersediaan lapangan kerja, namun lebih karena pertumbuhan ekonomi yang tidak bisa menyediakan lapangan pekerjaan sesuai bagi mereka.

Kondisi yang sama juga bisa kita lihat dari pekerja Bali yang bekerja pada sektor pariwisata. Pekerja spa dari Bali sudah diakui dunia bahkan konon memiliki standar gaji yang lebih tinggi dibanding pekerja spa dari daerah lain. Pekerja kapal pesiar juga demikian. Jadi, mengapa mereka berbondong-bondong ke luar Bali? Semua itu tentu tidak terlepas dari penghargaan yang mereka terima di negeri orang. Di samping alasan utama ketidaksesuaian keinginan mereka dengan situasi yang ada di daerahnya. Padahal, jika disadari sebenarnya Bali tidak hanya memiliki potensi keindahan alam. Keunikan budaya kita bisa dipastikan tercipta karena kita memiliki sumber daya manusia yang mumpuni dan bisa diandalkan. Lalu mengapa mereka dibiarkan berusaha di luar Bali? Pertanyaan ini tentu harus menjadi evaluasi kita bersama.

1 komentar:

  1. Assalamualaikum Salam sejahtera untuk kita semua, Sengaja ingin menulis sedikit kesaksian untuk berbagi, barangkali ada teman-teman yang sedang kesulitan masalah keuangan,SAYA IBU DEWI, sekeluarga mengucapkan banyak terimakasih kepada AKI JOYO MALIK atas bantuannya saya menang togel yang ke 3x nya ,pekerjaan saya sehari-harinya cuma seorang pengepul barang bekas apalagi saya seorang janda,,yang pendapatannya tidak seberapa,buat biaya anak sekolah aja tidak cukup apalagi untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga sehari-harinya….pada su atu hari saya tidak sengaja mendengar pembicaraan teman saya mengenai angka ritual/ghoib AKI JOYO MALIK yang katanya bisa mengeluarkan angka sgp/hk yang di jamin tembus,akhirnya saya bertanya dan teman saya memberikan nomor AKI JOYO MALIK dan saya pun menghubunginya..?? Berkat bantuan AKI yang telah memberikan angka “GHOIB” nya 4D dan alhamdulillah itu ternyata terbukti. lagi…sekarang anak saya bisa lanjut sekolah lagi itu semua atas berkat bantuan AKI JOYO MALIK bagi anda yang penggemar togel ingin meruban nasib melalui angka2 goib yang di jamin 100% kemenangan hbg AKI JOYO MALIK di nmr;_ 085-211-977-346,ini bukti nyata bukan rekayasa,mana ada kemenangan tanpa keberanian dan kejujuran,saatnya kita perlu bukti bukan sekedar janji2,hanya AKI JOYO MALIK yang bisa menjamin 100% kesuksesan,anda perlu bukti siahkan HBG/SMS AKI JOYO MALIK nya,terima kasih ROMNYA















    INGAT…!!! JANGAN SIA-SIAKAN KESEMPATAN YANG ADA SEBAB

    KESEMPATAN TIDAK MUNGKIN DATANG KE 2 KALINYA………..


    BalasHapus