Mengukur Kadar Keadilan Ekonomi BaliMasyarakat
Bali dari zaman dahulu dianugerahi kemampuan bertani di samping jiwa
seni yang mengalir di darahnya. Contoh sederhana bisa dilihat dari
pekerja konstruksi Bali yang memiliki skill berbeda dibanding pekerja
luar. Belum lagi cara bercocok tanam kita yang sudah diakui hingga ke
mancanegara. Mulai dari sistem terasiring, subak, cara menanam padi
mundur tanpa garis tapi bisa berhasil lurus dan sebagainya. Pemerintah
seharusnya menyadari hal ini. Seringnya orang Bali menganggur sebagian
besar disebabkan oleh miss mach dalam lapangan pekerjaan.
-----------------------
Mengukur Kadar Keadilan Ekonomi Bali
Oleh Gede Hendrayana Hermawan, M.Si.
Keengganan orang Bali untuk masuk ke sektor informal pada dasarnya bukan
karena ketidakmauan mereka untuk menggeluti pekerjaan sebagai tukang
cukur, pedagang pecel lele, tukang bakso dan sejenisnya. Melainkan
karena disebabkan oleh skill/kemampuan orang Bali yang memang tidak ada
pada bidang-bidang tersebut. Masyarakat Bali dari zaman dulu dianugerahi
kemampuan bertani di samping jiwa seni yang mengalir di darahnya. Namun
dengan ketiadaan lahan pertanian, orang Bali menjadi tidak lagi mampu
menunjukkan eksistensinya, baik dalam bertani maupun budaya sebagai
seorang petani.
----------------------------------------------------
Kinerja ekonomi Bali pada Triwulan III 2012 kembali menunjukkan capaian
yang fantastis. Di tengah berbagai gejolak ekonomi dunia, ekonomi Bali
mampu tumbuh di angka 6,79 persen. Sebuah capaian yang cukup tinggi
bahkan paling tinggi selama beberapa tahun terakhir. Gangguan kondisi
eksternal sebenarnya begitu terasa pada skala nasional, tapi cukup
beruntung dan mengagetkan bahwa ekonomi regional kita mampu bekerja
secara optimal. Namun deretan angka ini sebenarnya tidak cukup untuk
menjelaskan bagaimana nasib masyarakat Bali sesungguhnya. Masih ada
banyak hal yang perlu kita kaji terkait pembangunan Bali terutama
dampaknya pada kesejahteraan masyarakat Bali.
Jika menyimak salah satu peristiwa penting dalam bulan ini yaitu tragedi
Lampung, maka hati kita tidak hanya akan miris melihat penderitaan
korban pascaterjadinya bentrokan. Tetapi akan lebih miris lagi jika
melihat betapa mereka harus pergi merantau ke daerah seberang guna
mencari penghidupan, padahal di sisi lain, ekonomi di daerah mereka
sendiri mengalami kemajuan yang pesat (jika dilihat dari laporan angka
pertumbuhan ekonomi). Hal yang sama juga akan terjadi jika kita melihat
angka pengangguran yang baru-baru ini dirilis BPS. Dari sisi
pengangguran, capaian Provinsi Bali terlihat sangat bagus, yaitu dengan
tingkat pengangguran terbuka sebesar 2,04 persen pada Agustus 2012.
Selain mengalami penurunan dari periode yang sama tahun sebelumnya,
angka sebesar 2,04 persen tersebut juga tercatat sebagai tingkat
pengangguran terendah di Indonesia. Artinya, pertumbuhan ekonomi Bali
telah mampu secara optimal menyediakan lapangan pekerjaan bagi angkatan
kerja, yang jumlahnya bertambah sebanyak 58,78 ribu orang.
Lalu pertanyaan yang kemudian muncul, mengapa masih banyak masyarakat
Bali yang justru harus pergi ke luar Bali untuk mencari sesuap nasi?
Besarnya animo masyarakat Bali untuk pergi bertrasmigrasi sebenarnya
merupakan gambaran nyata betapa ekonomi Bali belum berpihak sepenuhnya
kepada lapisan bawah. Lapisan bawah di sini bisa diartikan sebagai
mereka yang belum sejahtera, belum bekerja atau pun belum puas akan
kondisinya saat ini terutama dari sisi ekonomi. Selain transmigrasi,
kondisi yang juga mencerminkan ketidakpuasan masyarakat lokal akan iklim
kerja di Bali adalah besarnya animo generasi muda untuk mengadu nasib
di negeri seberang, meski itu dengan label yang lebih mentereng yaitu
bekerja pada kapal pesiar dan sejenisnya. Meski memang harus diakui
bahwa gaji yang diterima akan jauh lebih besar dibanding bekerja di
Bali, namun harus disadari pula bahwa mereka juga menghadapi risiko yang
tidak kalah besar. Belum lagi dengan masalah psikologis yaitu berpisah
sekian lama dari keluarga, sehingga jika mau jujur, selisih pendapatan
yang mereka terima dari bekerja di luar negeri tidak akan sebanding
dengan risiko ataupun penderitaan yang mereka alami. Pilihan
meninggalkan Pulau Dewata sebenarnya merupakan pilihan sulit, dan tidak
akan diambil jika saja Pulau Dewata tercinta mampu memenuhi kebutuhan
mereka. Apakah ini salah pemerintah, atau salah mereka yang pergi yang
tidak punya daya tahan.
Masih Primadona
Berbicara tentang lapangan pekerjaan, terbukti Bali sampai saat ini
masih menjadi primadona bagi para pencari kerja dari luar Bali. Berbagai
lapangan pekerjaan (terutama pada sektor informal) mampu mereka
ciptakan. Hal ini terlihat dari penyerapan penduduk bekerja yang
mencapai 97,96 persen dari total angkatan kerja. Bagi pemerintah,
kondisi ini tentu cukup menenangkan dan merupakan sebuah prestasi. Namun
bagaimana dengan orang Bali secara kebanyakan? Keengganan orang Bali
untuk masuk ke sektor informal pada dasarnya bukan karena ketidakmauan
mereka untuk menggeluti pekerjaan sebagai tukang cukur, pedagang pecel
lele, tukang bakso dan sejenisnya. Apakah orang Bali malas mengambil
pekerjaan kasar? Jawabannya pasti tidak. Konsep bakta dari para leluhur
mengajarkan kita untuk selalu menerima keadaan, sesusah atau sekasar apa
pun itu, dengan cara berserah diri sepenuhnya kepada Yang Maha Kuasa.
Jadi, alasan yang masuk akal mengapa sebagian besar dari kita tidak
masuk ke sektor informal adalah disebabkan oleh skill/kemampuan orang
Bali yang memang tidak ada pada bidang-bidang tersebut. Seperti kita
ketahui bersama, nenek moyang kita merupakan petani yang memiliki budaya
yang luar biasa unik dan luhur.
Masyarakat Bali dari zaman dahulu dianugerahi kemampuan bertani di
samping jiwa seni yang mengalir di darahnya. Contoh sederhana bisa
dilihat dari pekerja konstruksi Bali yang memiliki skill berbeda
dibanding pekerja luar. Belum lagi cara bercocok tanam kita yang sudah
diakui hingga ke mancanegara. Mulai dari sistem terasiring, subak, cara
menanam padi mundur tanpa garis tapi bisa berhasil lurus dan sebagainya.
Pemerintah seharusnya menyadari hal ini. Seringnya orang Bali
menganggur sebagian besar disebabkan oleh miss mach dalam lapangan
pekerjaan. Contoh lain yang bisa kita lihat adalah apa yang terjadi di
Lampung. Mengapa sebagian besar orang Bali bisa sukses dan memiliki
status ekonomi dan sosial yang baik di Lampung? Itu semua tidak terlepas
dari keuletan, kerja keras dan yang terutama adalah kemampuan bertani
mereka yang memang cukup baik dan bisa dikatakan jauh lebih baik
dibanding penduduk lokal.
Sementara di Bali, ketiadaan lahan pertanian membuat mereka tidak mampu
menunjukkan kemampuan maksimalnya. Berkurangnya lahan akibat desakan
ekonomi telah membuat Bali kehilangan kehormatan yang di dalamnya
termasuk kehormatan dari sisi ekonomi yang lebih banyak menguntungkan
investor luar. Ekonomi Bali hanya bagus di tataran makro namun kurang
baik bagi kaum kecil karena mereka tidak lagi memiliki lahan garapan,
tidak ada lagi sekaa, subak dan sejenisnya hingga cukup sulit untuk
menjadi eksis baik dari sisi budaya maupun ekonomi. Jadi, masalah di
Bali bukan terletak pada ketidaktersediaan lapangan kerja, namun lebih
karena pertumbuhan ekonomi yang tidak bisa menyediakan lapangan
pekerjaan sesuai bagi mereka.
Kondisi yang sama juga bisa kita lihat dari pekerja Bali yang bekerja
pada sektor pariwisata. Pekerja spa dari Bali sudah diakui dunia bahkan
konon memiliki standar gaji yang lebih tinggi dibanding pekerja spa dari
daerah lain. Pekerja kapal pesiar juga demikian. Jadi, mengapa mereka
berbondong-bondong ke luar Bali? Semua itu tentu tidak terlepas dari
penghargaan yang mereka terima di negeri orang. Di samping alasan utama
ketidaksesuaian keinginan mereka dengan situasi yang ada di daerahnya.
Padahal, jika disadari sebenarnya Bali tidak hanya memiliki potensi
keindahan alam. Keunikan budaya kita bisa dipastikan tercipta karena
kita memiliki sumber daya manusia yang mumpuni dan bisa diandalkan. Lalu
mengapa mereka dibiarkan berusaha di luar Bali? Pertanyaan ini tentu
harus menjadi evaluasi kita bersama.
Kamis, 03 Oktober 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Assalamualaikum Salam sejahtera untuk kita semua, Sengaja ingin menulis sedikit kesaksian untuk berbagi, barangkali ada teman-teman yang sedang kesulitan masalah keuangan,SAYA IBU DEWI, sekeluarga mengucapkan banyak terimakasih kepada AKI JOYO MALIK atas bantuannya saya menang togel yang ke 3x nya ,pekerjaan saya sehari-harinya cuma seorang pengepul barang bekas apalagi saya seorang janda,,yang pendapatannya tidak seberapa,buat biaya anak sekolah aja tidak cukup apalagi untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga sehari-harinya….pada su atu hari saya tidak sengaja mendengar pembicaraan teman saya mengenai angka ritual/ghoib AKI JOYO MALIK yang katanya bisa mengeluarkan angka sgp/hk yang di jamin tembus,akhirnya saya bertanya dan teman saya memberikan nomor AKI JOYO MALIK dan saya pun menghubunginya..?? Berkat bantuan AKI yang telah memberikan angka “GHOIB” nya 4D dan alhamdulillah itu ternyata terbukti. lagi…sekarang anak saya bisa lanjut sekolah lagi itu semua atas berkat bantuan AKI JOYO MALIK bagi anda yang penggemar togel ingin meruban nasib melalui angka2 goib yang di jamin 100% kemenangan hbg AKI JOYO MALIK di nmr;_ 085-211-977-346,ini bukti nyata bukan rekayasa,mana ada kemenangan tanpa keberanian dan kejujuran,saatnya kita perlu bukti bukan sekedar janji2,hanya AKI JOYO MALIK yang bisa menjamin 100% kesuksesan,anda perlu bukti siahkan HBG/SMS AKI JOYO MALIK nya,terima kasih ROMNYA
BalasHapusINGAT…!!! JANGAN SIA-SIAKAN KESEMPATAN YANG ADA SEBAB
KESEMPATAN TIDAK MUNGKIN DATANG KE 2 KALINYA………..